- Get link
- X
- Other Apps
- Get link
- X
- Other Apps
INILAH.COM, Jakarta – Bursa 
saham Asia melaju variatif  cenderung menguat dalam sepekan terakhir. 
Sementara itu, bursa saham  Eropa dan AS kompak bertenger di zona hijau.
 Inilah sentimen yang  mempengaruhinya.
Reza Priyambada, Kepala Riset Trust  
Securities mengatakan, indeks saham Asia variatif cenderung menguat  
dengan kenaikan tertinggi pada Nikkei. “Kenaikan Nikke merespons salah  
satu hasil pertemuan G7 di akhir pekan sebelumnya yang bersikap toleran 
 terhadap pelemahan yen Jepang,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, akhir pekan.
Menurut  Reza, pelaku pasar juga sempat 
mengapresiasi komitmen para petinggi G7  untuk menyelaraskan dukungan 
terhadap pertumbuhan ekonomi dan  konsilidasi fiskal yang dibarengi 
dengan adanya reformasi perbankan.
Namun  demikian, kata Reza, pelemahan 
sempat terjadi ketika pelaku pasar  banyak lakukan penjualan seiring 
indeks saham China yang sentuh  rekorterbarunya. Selan itu, tekanan 
negatif datang rilis variatif  data-data ekonomi China yang masih 
menunjukkan perlambatan,” tuturnya.
Kondisi  itu, lanjut dia, diperparah 
oleh adanya rilis penurunan outlook  pertumbuhan Asia Pasifik oleh 
JPMorgan Chase & Co., terutama China  terkait dengan pembatasan di 
bidang properti. “JPMorgan menurunkan  proyeksi kuartal II-2013 untuk 
China menjadi 7,8% dari 8% dan estimasi  full year menjadi 7,6% dari 
7,8%,” papar Reza.
Laju negatif  tersebut, kata Reza, tidak
 bertahan lama seiring imbas positifnya laju  bursa saham AS dan Eropa 
setelah rilis kenaikan indeks optimisme bisnis  AS dan pelemahan yen 
Jepang terhadap dolar AS. “Meski terdapat pelemahan  pada data consumer 
confidence Jepang dan beberapa data Produk Domestik  Bruto (PDB) di zona
 euro, masih dapat diimbangi oleh rilis penurunan  unemployement Korea 
Selatan,” ucapnya.
Sentimen positif juga  datang dari 
pelemahan yen, rilis kenaikan PDB Jepang, dan industrial  production dan
 anggapan People’s Bank of China (PBoC) yang akan  memberikan 
stimulusnya karena belum kuatnya ekonomi China.
Sementara  itu, bursa saham Eropa 
akhirnya bertengger di zona positif. Padahal,  bursa Eropa sempat alami 
pelemahan setelah menyentuh rekor tertingginya.  “Di awal pekan, pelaku 
pasar memanfaatkan kurang baiknya data  pertumbuhan di bawah estimasi 
industrial production tahunan China dan  melebarnya deficit neraca 
perdagangan India untuk profit taking,”  tuturnya.
Pelaku pasar juga, lanjut dia, terlihat 
wait & see  dengan adanya EuroGroup Meeting untuk meninjau kemajuan 
program  pemulihan Cyprus dan Spanyol serta kemungkinan adanya sign off 
pada  pembayaran bailout Yunani.
Tetapi, lanjut dia, dengan masih adanya 
 rilis kinerja emiten yang melampaui estimasi; rilis rendahnya inflasi  
di sejumlah wilayah zona euro; kenaikan current account Perancis; dan  
industrial production zona euro membuat laju pasar hanya mengalami  
konsolidasi.
Sentimen positif itu, mampu imbangi 
sentimen negatif  dari rilis di bawah estimasi ZEW economic sentiment 
Jerman; penilaian  JPMorgan terhadap China; dan penurunan pertumbuhan 
PDB sejumlah wilayah  zona euro.
Selain itu, dengan masih adanya rilis 
data-data ekonomi  yang kurang baik justru menimbulkan anggapan bahwa 
para bank sentral  masih akan mengeluarkan stimulusnya hingga pemulihan 
ekonomi mengalami  kemajuan. “Penguatan juga terjadi setelah respons 
positif terhadap  pernyataan Gubernur Bank of England (BoE), Mervyn 
King, bahwa pemulihan  ekonomi Inggris terus menunjukkan kemajuan dan 
perekonomian zona euro  akan membaik ke depannya,” tuturnya.
Begitu juga dengan bursa  saham AS yang 
berakhir positif sepanjang pekan sekaligus memperbarui  rekor tertinggi 
terbarunya. Rekor tersebut setelah rilis kenaikan data  Consumer 
Sentiment Michigan dan CB Leading Indicator di atas estimasi.
Sepanjang  pekan, bursa AS sempat alami 
pelemahan yang dipicu penilaian belum  cukup kuatnya rilis kenaikan 
penjualan ritel bulanan dan dan tahunan  untuk memulihkan ekonomi AS. 
Selain itu, sempat melemahnya bursa saham  Asia dan Eropa membuat bursa 
saham AS dikepung sentimen negatif sehingga  terkoreksi.
Namun, lanjut Reza, bursa saham AS 
kembali rebound  dengan dukungan rilis positif sejumlah kinerja emiten; 
rilis kenaikan  NFIB business optimism index; dan positifnya NAHB 
housing market index.  Meski sempat terjadi penurunan pada data NY 
Empire State Manufacturing  Index; housing starts; kenaikan klaim 
pengangguran; dan beberapa  data-data ekonomi AS lainnya yang melemah 
turut menimbulkan anggapan  bahwa stimulus The Fed masih diperlukan dan 
tidak mungkin dilakukan  penarikan stimulus lebih cepat.
“Dengan demikian, pelaku pasar  tidak 
terlalu menanggapi komentar beberapa Kepala The Fed di sejumlah  wilayah
 terkait dengan percepatan penarikan stimulus,” imbuhnya.
- Get link
- X
- Other Apps
